Senin, 06 Februari 2017

What Makes You Happy #15


Tepat kemarin aku mulai mengajar privat. Anak orang kaya, nampaknya. Ia tinggi besar, satu tahun usianya dibawahku. Tidak hanya ia sedikit berbeda, instrumen di tubuhnya pun tidak berfungsi baik. Katakanlah he is the worst kind of tone-deaf. Ia membuatkanku earl grey latte yang ia pelajari dari kawannya seorang barista. Lalu memintaku untuk mengambil fotonya dan memasukkannya ke dalam akun Instagram. Ia tentu tidak tahu aku OCD tingkat tinggi akan konten media sosialku. Kami memulai latihan pukul satu siang tepat. Ia agaknya menghitung menit, mengingat tanggal dan hari dengan sangat baik. Tidak, tidak, bukan hanya sedikit. Ia memang berbeda. Gajiku terhitung lumayan dan aku butuh uang banyak untuk mimpi-mimpi besarku tahun ini. Tapi dimanakah tanggung jawabku sebagai seorang tenaga pendidik jika ia tidak dapat berkembang di bidang ini?

Malamnya aku latihan menyanyi. Lagu yang kubawakan berjudul Gloria: I'll Make Music oleh Karl Jenkins. Ia komposer yang hebat dan lagu ini luar biasa. Kurasakan darahku berdesir ketika beberapa disonan membuat ulu hatiku sakit. Kulihat pantulan Cynthia di cermin di hadapanku dan seketika berbalik menyapanya. Aku rindu gadis itu. Ia tipe wanita besar--tinggi besar dan rahangnya kuat. Ia adalah salah seorang dengan suara paling merdu yang kukenal. Sejak mulai bekerja, ia lama tak hadir ke sesi latihan. Kami menghabiskan malam dengan makan bakso dengan teman-teman lain sebelum aku pulang ke kamar dan menangis.

Aku menyalahkan diriku sendiri karena begitu pengecut, begitu murahan. Mengapa aku selalu takut pada kemungkinan sakit hati, sih? Memangnya aku pikir diam begini tidak menyakitkan?

Seandainya saja aku tidak mulai membaca novel romansa itu, saat ini aku mungkin akan baik-baik saja. Pikiranku berkabut, melihat seorang teman memasang foto profil dengan gadis barunya membuatku kalut dan ingin muntah. Teman-temanku begitu sibuk lantaran mereka mulai bekerja. Aku tidak. Aku ingin pulang, tapi sebagian diriku ingin sendirian. Manusia begitu penuh keinginan dan harapan. Ingin mati dan diselamatkan tepat di saat yang bersamaan. Ya Tuhan, aku sudah berjanji tidak akan menyematkan sedikit keping hatiku padamu. Mengapa bisa begitu mudahnya manusia menaruh perasaan?


Ini posting-an ku yang ke lima belas, diketik pada pukul setengah tiga siang bersama seorang teman yang bercerita tentang kopi daratnya bersama seorang wanita (dan ia wanita!). Aku.. merasakan perasaan yang pahit-manis menyelesaikannya, sedikit banyak karena aku bangga telah menyelesaikan sesuatu yang berproses. Di sisi lain aku tidak ingin ini selesai sama sekali. Aku senang melakukan ini denganmu, kau tahu kan? Seolah ada yang kutunggu, dan ketika hal menarik (bukan sekedar senang, bukan sekedar sedih) terjadi, kukatakan dalam hatiku, "ini harus kuingat, agar bisa kuberitahukan kepada Putri." Aku mengundangmu minum teh bersamaku di tempat kesukaanku. Mungkin disana kita bisa mendiskusikan project selanjutnya. Let me know if you're interested. 

------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar