Kamis, 23 Februari 2017

Gloomy Friday


Pagi ini tidur pukul setengah lima jelang adzan subuh. Pagi ini pula aku bangun tanpa sengaja setidaknya pukul sembilan. Biasanya aku tidak akan bangun secepat ini, sampai-sampai harus pasang alarm agar tidak melewatkan pagi hari. Kepalaku kembali memutar skenario kekalutan semalam, rasanya benar-benar belum luntur. Kulihat ke luar jendela, nampaknya hujan sebentar lagi turun. Udara akhir-akhir ini begitu bersahabat. Aku merasa lapar sekali. Maka bukannya kembali tidur, aku beranjak bangun untuk membeli sebungkus nasi. Kuhitung sudah lebih dari 10 hari aku makan makanan yang sama setiap hari, satu hari bisa dua kali. Aku bukan penggemar berat cabai dan makanan pedas, tapi aku mulai menemukan rasa yang cocok dengan lidahku pada satu sendok penuh cabe ijo di warteg AW. Probably I was just a woman of routine, pikirku. Mas-mas berkacamata yang melayaniku mungkin heran setiap hari aku bisa makan menu yang sama, setiap kali pula sok-sok berfikir seolah aku akan memutuskan memilih menu yang berbeda. Jika aku bisa menamai manusia, aku akan menamainya Robin. Seperti seorang temanku yang berotot yang kuubah namanya menjadi Brandon, atau gadis introvert berkacamata dengan pribadi menyenangkan yang kupanggil Olive. Semua tanpa alasan yang jelas, aku hanya punya kecenderungan sembarangan mengubah nama teman-temanku karena kurasa lebih cocok demikian. Sepuluh ribu rupiah harga menuku pagi ini, angka yang genap dan aku punya uang pas. Kenyataan ini membuatku merasa beruntung dan penuh harapan. Dalam perjalanan pulang, hujan kecil mulai turun. Hujan itu berubah besar tepat ketika aku membuka pintu kamar tidur yang lupa aku kunci.

Mudah tergerak adalah dua kata yang melekat pada alamiahku. Dalam beberapa kesempatan aku rasa sifat ini positif, membawaku pada kedalaman ilmu yang tidak pernah kusukai sebelumnya. Dari 'mudah tergerak' itulah aku mulai menulis dan jatuh cinta pada literatur. Aku juga menemukan diriku pada lukisan, ternyata aku bisa mengsketsa ulang self-portrait dengan cukup baik. Bermain gitar, menyanyi seriosa. Tidak sempurna, sih, tetapi seolah alasan ini cukup, aku mudah tergerak, kok! Disatu sisi, aku jadi menjambangi begitu banyak hal, terkadang rasanya begitu overwhelming dan aku mulai mengutuki diriku yang tidak terlahir multi talenta. Namun, lihatlah ini. Kepada diriku yang kusayang, ingatlah betapa kecintaanmu akan berbuah manis sebentar lagi, seluruh kesulitan dan kerja kerasmu hanya akan jadi bumbu-bumbu utama dalam pengalaman hidup yang membuatmu berada di puncak dunia. Lihat ini, ingatlah betapa beruntungnya kau ada dalam sesuatu yang begitu besar. Kau tidak lagi hanya tergerak, kau yang menggerakkan hati dan jiwa orang lain. Berbahagialah.



Selamat berkompetisi, Paramabiraku sayang. Aku mengulang-ulang dalam hati, Tuhan Yang Maha Baik, terima kasih. Sebuah kutipan dari jurnal yang semalam suntuk kutelanjangi habis-habisan. Melukai lagi-lagi sudut hatiku yang masih luka, tapi keadaannya cocok sekali. Aku punya perasaan aku akan sering menulis tahun ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar