Jumat, 31 Maret 2017

"Lingkaran Seni"


Selamat malam, Aksara. Aku berjanji hendak menulis akhir pekan lalu, namun beberapa hal buatku pusing bukan main dan akhirnya memilih untuk abai. Selamat malam, Aksara. Minggu-minggu ini terlupakan, luput dari eksistensimu. Maafkan aku. Aku akan mulai menemuimu lagi.

19 Maret, jika aku tidak salah, ya? Selalu nyaris hampir merampungkan tulisan tentang pertemuanku dengan Putri. Obsesif kompulsif yang kupelihara ini yang selalu dengan nyaringnya berkata, "nanti dulu, tunggu semua tenang. Sekarang sedang chaotic. Dikala seperti ini, kau tidak boleh menulis. Begitulah caramu menjaga kesakralan suatu momen yang menyenangkan." 

Jadi lagi-lagi aku menurut.

-----

Kepada Putri, sahabat penaku. Aku senang kau sama inginnya denganku untuk menjadikan pertemuan ini semacam 'kopi darat', katamu. Hatiku malam itu penuh dengan rasa khawatir dan sensasi debar yang menyenangkan. Sudah berapa lama aku tidak melakukan hal ini? Bertemu teman yang hanya kuketahui keberadaannya dari ruang virtual yang maya dan abu-abu. Bertemu denganmu semacam mematahkan paradigmaku: kau nyata.

Kepada Putri, pendengar yang baik. Aku berterima kasih atas antusiasmu menyambut ceritaku yang keras kepala. Atas pola pikir yang sejalan, kisah-kisah inspiratif tentang Reyna--yang buatku semakin menyukainya, serta cerita di balik tato warna merahmu. Yang kupikirkan hanyalah kau tidak bisa lagi mendonor darah, namun tidak apa-apa. It looks good on you. Aku percaya pada mimpimu, kau tahu? Aku benar-benar yakin kau bisa capai apa yang kau ragukan. Mimpi itu perlu, Put. Setidaknya membayangkan tercapainya mimpimu harus cukup membuatmu bahagia, menyulut sumbu-sumbu di dasar hatimu yang kau sebut harapan. Manusia hidup dengan itu.

Kepada Putri, pengamat yang luar biasa. Now that I typed this, sepertinya kau baik dalam seluruh panca inderamu, ya? Aku senang kau menyukai keindahan pojok itu. Aku lega kita jatuh cinta pada ornamen magis yang sama. Aku menikmati detik-detik hening yang kita habiskan mengagumi gagang telepon kuno, buku-buku bekas berbahasa asing, dan tekstur kayu atau tembok yang kau sentuh. Akhirnya aku tahu, ada satu orang yang sungguh-sungguh paham, bagaimana rasanya menjadi aku sepenuh-penuhnya.



Aku punya banyak cerita baru. Kapan kau ada waktu?