Jumat, 20 Januari 2017

Tentang Inspirasi

"Selamat natal, Inspirasi."

"Wow, pukul tiga pagi. Seberapa larut tidurmu belakangan ini? Bagaimana hidupmu?"


-----


"Apa kabar dia? Apakah ia baik-baik saja?"

"Kurasa begitu, she's having a delight."



"Apa kabar dia? Apakah ia baik-baik saja?"

"Tidak tahu, ia tidak membalas pesanku. Aku tidak tahu."



"Apa kabar dia? Apakah.. ia baik-baik saja?"

"Sesuatu baru saja terjadi. Ia baru saja berulang tahun. Baru saat itulah aku bicara lagi padanya. Ia bilang keluarganya kerampokan. Uang tabungannya habis."

"Bagaimana dengan mimpi-mimpinya?"

"Entahlah, ia pun mencemaskan hal yang sama."


-----


"Apakah kau baru saja mengirimiku uang?"

"Terima kasih karena sudah kau terima."



"What am I supposed to do with this money?"

"Now that it's yours, it's up to you."



"Aku tidak bisa. Ini terlalu berlebihan."

"Terimalah, sungguh. Hanya itu yang kumiliki untuk membantu. Lagipula dulu aku sering lupa membayar hutang-hutangku, kan? Anggap saja kado ulang tahunmu."



"..."

"Omong-omong, aku minta maaf, ya, atas sikapku yang tak acuh, yang tidak peka pada perasaanmu selama ini. Mungkin kau frustasi. Tapi kau harus tahu, it's always been me."

"..."

"Ya, kurasa begitu saja."

"Terima kasih, Tevinstein."


-----


Semua pesan kami berakhir pada tanda read. Entah aku atau dia. Kami berhenti bicara enam bulan, sebelum aku rasa aku ingin mengucapkannya selamat natal, dimanapun ia berada.

Meskipun segalanya telah berubah, beberapa hal tetaplah sama. Ia masih dirinya, yang berubah-ubah dan tak dapat kuterka. Ia masih menjawabku dengan balasan yang tidak seharusnya, namun lebih membahagiakan karena aku tahu ia memperhatikan detail kecil tentang diriku.

Pesannya masih membuatku lebih senang dibanding pesan teman-teman lain.



Jika kau bertanya-tanya bagaimana aku bisa berpisah darinya dan baik-baik saja menghadapi ini semua, kurasa.. karena ia menjadikanku tetap utuh. Hanya saja masa kami sudah selesai.


"He never said the word, 'I love you,' too. But now I understand."

What Makes Me Happy #13


Tidakkah menyedihkan, kita memasuki postingan-postingan terakhir kita sekarang, Put?

Aku bersumpah atas langit dan bumi, aku menikmati rasa sedih dan nelangsa yang kurasakan ketika melihat ke langit malam. Seperti diriku yang mencari-cari alasan untuk tidak baik-baik saja, kau tahu? Mencari-cari seseorang untuk aku sedihkan, untuk aku pikirkan. Aku hanya heran--jika tak dapat kau katakan sedih--atas begitu banyaknya rasa cinta dan afeksi yang sungguh-sungguh ingin kubagi, tetapi tak ada siapa-siapa disini. Tersebut nama seseorang di benakku, tetapi.. ah, rasanya bukan dia. Karena jika dia orangnya, aku akan tahu.

I started to question my worth, again.

-----

Tentang sedihku dan postingan terakhirmu.

Mungkin saja pada semesta yang berlawanan, kita sedang duduk bersamping-sampingan. Mendiskusikan rasa awan, warna-warna perasaan. Lucu sekali di dunia paralel, ada aku dan kamu yang dekat secara badaniah. Mungkin pula kita bertanya-tanya, menertawakan, bagaimana jadinya jika kita tidak pernah bertemu.

Atas satu-dua kali pertemuan, kita dulu tak banyak bicara, ya? Tapi aku sungguh bersyukur aku mengenal tulisanmu, rasanya seperti bicara dengan diri sendiri.

-----

Sudah lama tidak menulis, I got so much in my mind. Meski aku tidak tahu harus mulai darimana, tetapi menyenangkan rasanya kembali menumpahkan diri dalam tulisan receh ini.

Aku menyukai sentuhan, sungguh. Aku tidak senaif dulu, berfikir bahwa manusia salah jika bergumul dengan nafsu. What can I say? Sentuhan itu menyenangkan, entah apapun maksud dibaliknya. Aku menyukai sentuhan yang bersamamu. Aku merasa jatuh cinta dengan sentuhan kita. Kukatakan padamu, bukan pikiran atau karaktermu yang membuatku suka, tetapi betapa kita cocok dalam sentuhan. Aku juga baru tahu, manusia bisa jatuh cinta pada sisi lain yang satu ini. Baru kutahu, karena baru pertama kali ini kualami. Mungkin beberapa hal tidak selaras dengan nilai yang kita percaya. Mungkin kau merasa kita harus memelihara jarak.. Mengapa kita harus selalu mempersulit segala hal, ketika sesuatu sebenarnya tidak serumit yang kita kira? Why can't we leave things as things are?

Seandainya beberapa hal bisa terus saja sama, selalu begitu. Aku tidak ingin ada yang berubah.

-----

Aku baru sadar, ini bukan postingan yang membahagiakan. Maafkan aku.