Kamis, 17 November 2016

Selipan Kotor

Beberapa hari ini ingin menulis, bukan hanya karena menstruasi dan hormon, lebih tepatnya karena banyak hal berseliweran di kepala. Seorang teman membagikan catatan yang ia buat sendiri untuk teman-temannya belajar materi UTS. Menurutku, itu yang namanya heroik. Ketika kita melakukan yang terbaik dan memberi seluas-luasnya, tanpa pernah berfikir tersusul atau diungguli. Jadi teringat kata orang tua, "Ilmu itu seperti lilin. Ketika kau menyalakan sumbu lilin lain, kau tidak perlu takut cahayamu redup." Padahal di kelas ia bukan gadis yang cemerlang, tapi hatinya baik luar biasa.

Susah sekali rasanya hidup tanpa uang, ya? Jangankan kebutuhan sekunder, kebutuhan primer saja kadang masih kurang. Aku tidak mau jadi hamba uang, tapi bagaimana ya? Ambisiku untuk kompetisi tahun depan sangat besar, menggebu-gebu setiap hari seperti dentum. Aku bisa saja menangis karena menyanyikan lagu tertentu bersama seorang dua orang teman. Ada bucket list yang sebentar lagi akan dicoret. Dikelilingi oleh orang-orang dengan bakat dan suara merdu, dan berita kemarin itu: bulan Oktober tahun depan, kita akan lomba ke Belgia.

Menemani seorang teman mengunjungi dokter, lalu pulang dan makan di warteg sehabis mengeluarkan uang sebesar tiga ratus lima puluh tujuh ribu rupiah. Membantu teman mengajar paduan suara SMA, dan menyanyikan bagian Sopran dalam O Nata Lux yang tinggi. Lalu seorang diantaranya menyapaku lewat pesan di ponsel, "Kak, boleh foto dan profil kakak kami muat dalam buku program konser kami?"

Melihat dan menyaksikan segala kekacauan 4 November 2016, menjadi sangat takut karena keturunan Tionghua. Massa yang berseliweran, bukan hanya pada laman media sosial, tapi di depan muka sendiri. Mereka memakai peci hitam dan baju putih panjang, serta membawa bendera entah apa. Dari jauh terlihat sangat suci. Setelah mencaci maki pak gubernur, mereka teriakkan "Allahu Akbar!"

Bertemu dengan kawan lama dari sang ibu pada suatu jamuan pesta. Menyadari bahwa ibuku tidak suka berbasa-basi dengan orang-orang kaya. Bisa kutebak, sih. Dalam pikiran mereka pasti bukanlah apa yang terucap. Waktu itu lucu, ya. Bukan hanya mendewasakan tetapi juga mengkerdilkan pikiran. Setelah lama tidak berjumpa, meninggalkan luka atas kemunafikan masing-masing, berani-beraninya bertanya, "Apa kabar?" Sungguh, sangat, menggelikan. Pilihan yang tepat, Mom.

Melayani seorang kawan baik meredakan insekuritas diri dan pikiran negatif tentang suatu penyakit kelamin. Menemani seorang sahabat yang sedang mempertanyakan agama dan konsep ketuhanan untuk mendoakan nenek yang ia kasihi. Serta mengambil waktu dari jam-jam terlelah dan kesendirian untuk meladeni celoteh teman yang introvert. Karena ia telah keluar dari zona nyamannya.

Suatu pagi bangun dari tidur dan menghirup aroma masakan, mendengar bunyi kuali dan oseng-oseng, serta mendapatkan buah pir sebagai hidangan penutup. Makan makanan yang sama setiap kali pulang ke rumah, semata karena ayah ibuku tahu aku suka sekali. Dibelikan banyak suplemen kesehatan, dijejali makanan dan susu, karena kesehatan adalah yang utama katanya.

Mengecat rambut, mendapatkan hibah baju-baju yang membuatku merasa cantik, serta mulai ahli dalam membuat alis dalam waktu 2 menit. Melihat adanya tanggal kadaluarsa pada powder perona pipi, dan memadatkan serpihan yang lepas dengan dua jari. Setiap hari berusaha bangun lebih pagi, agar punya waktu merias diri dan berlama-lama melihat cermin, ternyata tidak sejelek yang aku kira.

Menghabiskan waktu seharian di pusat perbelanjaan dengan seorang sahabat: menikmati semangkuk udon panas dan bakpao isi telor asin. Merencanakan hal baru untuk dilakukan dalam waktu dekat, dan berbincang tentang tugas akhir dan kehidupan sashimi girl di Jakarta. Lalu menertawakan pandangan beberapa oknum yang menganggap LGBT adalah virus menular. Sadar dan bersyukur kami tumbuh di lingkungan yang membuat otak lebih cerdik, bukan semakin dungu.

Mengetahui bahwa lingua franca berarti bahasa pergaulan, dan bahwa Bob Sadino telah menginspirasi banyak pihak termasuk orang-orang mancanegara. Biar aku saja yang mengambil peran sebagai pihak yang tidak mengathui siapa dia dan apa karyanya.

Menemukan banyak keindahan di diri setiap orang, aroma berbeda yang tubuh seseorang keluarkan, pandangan dan pola pikir... bagaimana mungkin aku tidak menuliskan ini semua?!