Kamis, 30 Juni 2016

What Makes You Happy #5

Dear, Me in the alternate universe.
I'm sorry for your inability to wake up today.
Or that you would not know how it feels like to have your mom and dad prepare your foods when you wake up, waited for you to finish your chores,
just so they can eat together with you.
You would not know how it feels to tell them things, and the joy of seeing them so alive, the joy of knowing that they're here.
It feels like a grand festivity, deep down here, you know?
Of course, of course you don't.
You probably wouldn't bump into some hobbies, or passions, or things you'd be willing to do,
even if you're not paid. Not being able to have somebody admire your works, always been the one who admires others'. You probably are sticking to the monotonous life of yours. Safe, but not an enjoyable ride either.
You probably wouldn't know how it's like to have a group of friends who loved you, whom you also loved. Would not witness the teary moment of helping one of them when they were having the worst financial issue. You wouldn't have anybody told you, 'you are so lucky to have them.'
You were probably so rich, yet you were not loved.
You would probably circled by lots of people, but afterall you were alone.
I am thankful that I am not you.

Kamis, 09 Juni 2016

What Makes You Happy #4

Kepada Putri.


Aku juga hendak menuliskan hal yang sama, kau tahu, tentang pertemuan kita.
Apa kabar? Kamu kurus sekali sekarang, pun begitu cantik ketika aku melihatmu kala itu.
Apa yang kau kerjakan? Apakah kau bahagia?
Apa kau menikmati waktu-waktu yang kau habiskan bersama orang lain?
Aku harap demikian.

Kemarin itu aku sedang rapat mempersiapkan konserku ke Semarang.
Aku begitu menikmati segala kepusinganku minggu-minggu ini.
Setelah melalui hari-hari magang yang jauh lebih menyulitkan, aku merasa ini jadi tidak ada apa-apanya. Dan aku menikmati diriku yang produktif, setidaknya aku menghasilkan sesuatu.
Jam tidurku mulai kacau dan excitement terhadap sesuatu yang entah apa keeps me awake at night.
Aku harap aku bisa lebih kurus, dan lebih sehat tentu saja. Supaya aku bisa lebih melihat diriku sebagai ciptaan yang juga cantik.


Putri.
Aku senang di usia muda kau menemukan dirimu dalam tulis-menulis dan kata-kata.
Saat pertama kali aku mulai menulis, atau membaca novel dewasa di usia yang tidak seharusnya,
aku pikir hanya aku yang bisa jatuh cinta dengan tulisan liar dan mengekspresikan diri lewatnya.
Jadi ketika aku membuat blog ini--yang kini kutinggalkan karena aku aktif
menulis di Steller--aku tidak yakin akan ada yang membaca selain diriku.

Ketika akhirnya aku memutuskan untuk menyudahi surat menyurat dengan lelakiku itu (yang tentu saja sifatnya satu arah. Lucunya, aku harap ketika aku mati ia akan membacanya meski terlambat),
you told me not to stop.

Terima kasih, ya, Put!
Karena tulisanmu yang inspiratif, yang cerdas, yang tidak main-main.
karena ajakanmu yang menguatkanku untuk menulis hal-hal baik ini,
terutama atas waktumu, yang kau habiskan untuk mebaca cerita-ceritaku yang sederhana.

Sungguh, aku bahagia sekali punya pembaca setia.
Meski hanya kamu, satu!



Terus berbahagia, oke?

Minggu, 05 Juni 2016

What Makes You Happy #3

Aku bukan penggemar agama, dan topik tentang itu selalu berbau sensitif untukku. Aku senang memiliki Tuhan, tetapi jujur saja aku tidak pandai dalam beragama. Semakin dewasa aku semakin menyadari bahwa agama adalah institusi buatan manusia yang bisa saja salah. Ungkapan seperti "jangan suka merasa agamamu yang paling benar," adalah ungkapan yang utopis untukku. Tentu saja aku, kamu, mereka, kita semua, merasa bahwa agama kitalah yang paling benar. Bukan berarti yang lain salah, tetapi milik kita yang terbenar, bukan? Jika tidak demikian, untuk apa kita hanya memeluk satu agama tertentu? Kenapa tidak semuanya, atau malah tidak usah sama sekali? Agama ada hanya untuk memberi reward atas hal baik yang kita lakukan, dan hukuman atas perbuatan jahat yang orang lain lakukan terhadap kita. Manusia takut hal yang mereka lakukan berbuah sia-sia, takut kebahagiaan yang sama diterima oleh orang yang kita rasa lebih hina dari kita sendiri. Sementara kita lupa bahwa Tuhan adalah Tuhan yang sama yang mengasihi semua orang sama rata..  Betapa aku merasa konsep keagamaan ini seringkali dibuat jadi begitu munafik oleh sebagian orang (yang katanya taat beragama): bahwa menjalankan perintah agama hanyalah ekspresi rasa takut mendapat dosa dan berlomba-lomba mencari pahala. Ah, tapi ini hanya luapan pikiranku yang liar saja, begini-begini aku masih takut dengan tradisi. Sebut saja aku ini seorang yang konservatif.

Kemarin Minggu, aku menghabiskan sepanjang hari bersama Amanda. Kami mengikuti misa di Katedral, datang 1 jam lebih awal. Aku terkesima dengan suara burung gereja yang saut menyaut di bangunan tua yang megah itu. Tradisional sekali kalau aku bilang bahwa suatu hari aku ingin menikah disana. Tapi toh, aku tidak lagi menjadikan pernikahan sebagai sebuah tujuan dan ritmik kebahagiaanku tidak berpusar disekeliling lelaki atau pasangan hidup. Aku bahagia meski aku sendiri saja.

Di depanku duduk satu keluarga, ayah ibu dan tiga anaknya. Anak terkecil dalam keluarga itu sangat tampan, aku yakin ketika beranjak dewasa ia jadi rebutan gadis-gadis seusianya. Tapi tentu saja, ia tetap anak kecil yang berisik dan rewel. Aku ingat, ingin sekali menegur orang tuanya yang diam-diam tidak berbuat apa-apa untuk menenangkan anaknya yang lasak, tetapi lupa bahwa harus sabar dan toleransi. Intinya aku menelan egoku mentah-mentah. Aku juga berdoa dalam intensi pribadi dalam doa umat, agar Tuhan memberikanku hati yang mau belajar bersabar dalam sehari-hari, since I've been so temperamental all my life.

Anak itu tidak kunjung diam dan semakin berisik ketika Perjamuan Kudus yang tenang. Aku sabar.
Kami pergi makan bakwan malang di bilangan Pasar Baru. Ada wanita berhijab tertawa bersama kawannya. Tawanya menyebalkan sekali, sungguh! Aku sabar.
Aku bertemu pengendara motor yang bodoh luar biasa. Aku sabar.
Setidaknya aku tidak mengeluh..


Ternyata begitu. Ketika kita memohon kesabaran, Tuhan tidak serta merta memberikannya. Tetapi Tuhan memberikan serangkaian kejadian untuk kita bersabar, agar kita belajar.

Begitu pula adanya dengan segala sesuatu yang pernah kita minta.




Lesson learned!

Kamis, 02 Juni 2016

What Makes You Happy #2

I once found a writing that said,

"Find what you love, and let it kill you." -- Bukowski.

I thought, things that we love won't get us killed.
I find it masochistic, the emphasizing period of loving something too hard,
that it makes us sick. Something that is too much is not good, agreed.

Today I lost my voice again, it's husky already but it gets even more now.
I sang my heart out 6 hours this day, straight from three to nine.
My heart is filled with beautiful melodies and happy things.
I also enjoyed every goosebumps one song can bring.
But my throat hurts as fuck now. I need to make an extra effort to even just talk normally.
It's okay, though..

I love singing so much, and I will let it kill me anyway.



You were right, Mr. Bukowski. You were right.

Rabu, 01 Juni 2016

What Makes You Happy #1

Selamat malam, aksara. Lama kita tidak bicara, aku rindu.

Aku telah tiba di hari yang kunantikan.

Aku menyelesaikan periode magang 15 hari lebih cepat, dan hari-hari burukku kemarin itu sedang berusaha aku lupakan. Oh, tentu saja bertemu dengan orang-orang yang kau rasa 'salah', adalah berkat terselubung dari pembelajaran hidup untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Aku rasa, untuk bertemu orang-orang jenis itu atau berada pada satu situasi yang tidak mengenakkan adalah bentuk karma dari siklus sikapku. Semoga semuanya sudah terbayar lunas seiring berakhirnya waktu ini.

Aku selalu sadar bahwa uang adalah salah satu motivas terbesar dan orientasiku dalam mencari bahagia. Beberapa hari terakhir ini, aku menemukan caranya dalam membahagiakan yang jarang sekali aku rasakan sebelumnya. Aku mentraktir keluargaku makan malam. Bahagiaku datang dari senyum sipit mami dan papi yang berkata, "serius, nih? Makasih, ya." yang kususul tawa malu-malu seiring kukatakan, "pesen aja yang banyak, Fany yang bayar."

Hari ini aku kehilangan ponselku. Aku lupa sedang mengisi baterai ponsel saat rapat di ruang kemahasiswaan. Aku main pergi saja setelah rapat. Lalu ponselku hilang, lenyap. Aku kalang kabut seperti gadis kesetanan. Sampai-sampai aku tidak sadar ada 4 orang teman yang membuntutiku naik turun gedung mencari orang untuk disalahkan. Padahal aku jarang bicara dengan mereka, tetapi mereka peduli.. Tentu saja aku nyaris menangis. Aku jadi mengira-ngira sendiri. Orang baik di sekelilingmu itu banyak. Dan sebagian mereka bahkan bukan sahabat karibmu. Dunia ini, relasi ini, hari-hari ini, adalah sungguh sesuatu yang kusyukuri.

Oh iya, ponselku ada di tangan sekuriti, yang akhirnya dikembalikan padaku pukul sepuluh lebih lima.


Dan tentu saja untuk Christya Putri, yang memilihku untuk menjadi teman menulisnya dalam memaknai kehidupan dan mengisi diri penuh-penuh dengan ucapan syukur atas perihal sederhana. Menarik sekali betapa kemampuan tulisan mampu menyentuh hati setiap orang. Begitupun milikku, begitupun milikmu.




Berbahagialah!