Kamis, 31 Maret 2016

Current Situation

Sedang dipersiapkan oleh semesta
untuk kebahagiaan dan berkat yang lebih besar.
Pada waktu yang tepat!



Bersabarlah, Stefany.

Rabu, 30 Maret 2016

Counting Blessings

Baiklah. Sudah begitu lama rasanya tidak bicara pada diri sendiri. Bukannya aku tidak mau, tapi energiku terkuras habis oleh sesuatu yang bukan mauku. Aku banyak pekerjaan hari ini, tetapi aku paksakan untuk membuat ini karena aku nyaris gila. Jika bukan karena ingat keringat orang tua yang susah payah membiayai kuliahku, aku sudah tidak ada disini. Aku tidak boleh lupa, bahwa aku harus rela menerima ketidaknyamanan yang sementara untuk perbaikan yang permanen. 

Terkadang kita harus tahu bahwa berkat datang dalam berbagai bentuk. Dalam ajakan teman untuk bergaul, dalam sapaan orang tua yang lelah sepulang kerja, 'bagaimana pekerjaanmu hari ini?', dari makanan gratis yang kau dapat dari teman sepekerjaan, atau sesederhana bernyanyi setiap hari Senin dan Selasa. Berkat bukan hanya ada pada tubuh kecil mungil, wajah cantik, dan gelimang harta. Jikapun aku tidak memiliki ketiganya, setidaknya aku masih diriku. Ambil waktu sebentar dan resapi hal ini: aku masih punya diriku. Setidaknya aku pribadi yang selalu paham, bahwa berkat bukan hanya melulu perihal koneksi dan kenalan. Berkat juga datang lewat teman-teman yang ada di saat tersulit, di jam-jam tersibuk, dan dalam cerita tengah malam yang tidak bermutu. Aku menghitung berkatku sebesar itu. Lalu aku merasa jauh lebih baik karena aku paham.

Ada kalanya hari-hari begitu buruk hingga aku sesak napas. Dalam proses ditempa seperti ini, aku belajar bahwa kebencian dapat begitu tidak menyehatkan. Materi bukan teman yang selamanya, bukan yang membuatku mencapai tempat tertinggi dalam Hierarki Kebutuhan Maslow: aktualisasi diri. Dalam proses sulit ini, aku belajar mengenal diriku dan berkaca. Aku juga belajar banyak tentang kehidupan, tentang bagaimana menjadi manusia yang lebih baik. Juga tentang Tuhan dan agungNya yang seringkali oleh beberapa oknum tanpa sadar, dilecehkan habis-habisan. Begitu banyak perspektif yang bisa berubah dalam periode beberapa bulan. Lalu berkat-berkat eksternal itu terlihat lebih nyata sekarang. Memang benar orang bilang, jika tidak ada langit gelap, kau tidak akan bisa melihat bintang.

Aku tidak bisa menjamin hari esok, tetapi aku yang memiliki hari ini. Aku bisa menjamin rasa sayang yang kurasakan pada orang tuaku, teman-teman, dan Tevinstein Amos hari ini. Aku bisa menjamin rasa syukurku karena mereka ada hari ini.  Aku tidak pernah begitu spiritual dan relijius sebagai individu, tetapi Tuhan, dimanapun Engkau ada, terima kasih sudah mewujudkan diri lewat berkatku hari ini. Aku hanya tau hari ini, tapi aku harap besok juga demikian.




Dua setengah bulan lagi, Stefany. Semangatlah!

Senin, 21 Maret 2016

Kodaline - All I Want



It's not because you are better than anyone else, that I loved you.
It's because I love you, that you've made me a better person.
Loving you transformed me, to loving myself even more.


As I'm typing this, I wonder how life was without ever knowing you.


Thank you so much for existing. 

Kamis, 17 Maret 2016

Entwined.

I read the word somewhere.
I felt something so weird, so weird that it warms my heart.
Entwined. It's like my soul unto yours.
It's like Saturday nights and Sunday evenings
that echo and follow, always.

I saw you yesterday.
I'll meet you tomorrow.
In between, I am entwined
to the promise that I will see you again.

Your big day is getting closer.
I can't wait to witness it with you.
Entwined, deeper, harder,
I don't mind how painful it must be
when one day we have to let go.
I entwined myself in you.

I'm tangled.

Selasa, 15 Maret 2016

Aku (Dia) dan Buku.

Aku mungkin akan memulai opini ini dengan sok tahu.
Aku mungkin akan menuliskannya dalam sajak-sajak tak berima, kosong, receh.
Maka lebih baik aku berubah dulu menjadi gadis itu, si orang ketiga yang serba tahu segalanya.



Anak kecil itu meraba-raba dunia dalam genggaman tangannya. Sesekali jarinya menyentuh ilustrasi buruk rupa yang dibuat seadanya oleh si penulis, sesekali menimbang-nimbang lebih banyak mana: kapas satu truk, atau batu satu karung. Ia menelaah pelan-pelan bacaannya sepulang sekolah, duduk di beranda rumah yang panas. Ia lihat ibunya meracau di belakang dapur, membuat lumpia dan susu kedelai. 
"Pintar, belajar yang benar," ibunya akan berkata, "jadi orang pandai, Nak. Jangan seperti Ibu."
Sementara ia diam, duduk baca buku. Lari dari tanggung jawab bersih-bersih rumah.

Gadis itu berlari bersama kisah-kisah sihir dalam novel terjemahan yang ia pinjam di perpustakaan sekolah. Ia juga menangisi tokoh wanita ketika putus asa ditinggal kekasihnya dalam roman picisan jaman dulu. Di usianya yang masih belasan, belum masuk sekolah menengah pertama, kepada buku ia meletakkan cintanya. Begini. Ia menemukan puisi dan keindahan kata-kata, suatu perjumpaan yang menyenangkan dan membekas. Awalnya mereka bertemu di waktu-waktu kosong dalam lembar koran Minggu milik ayahnya. Lalu sang kata membakar semangatnya lewat buku motivasi dari seorang teman yang sekarang entah dimana. Ia mencari melodi untuk puisi indah Chairil Anwar yang ia temui di buku Bahasa Indonesia, berusaha paham lewat musikalisasi. Kata-kata telah membuatnya hanyut kemana-mana, meski sesekali tidak paham apa maknanya. Terkadang seperti mencintai buku yang rumit, ia mencintai kata-kata sesederhana kata itu ada.

Tidak pernah ia belajar tentang dunia dari ibu bapaknya. Ibunya terlalu lelah untuk mengisahkan dongeng pengantar tidur, dan ayahnya tidak tahu cerita-cerita luar biasa dari penjuru dunia. Sejak kecil gadis itu tumbuh bersama buku. Memahami kemampuan tulisan dan kata-kata dalam mengobrak-abrik alam emosinya. Tidak hanya ia tahu dunia, tetapi juga konspirasi alam semesta dan antariksa. Tidak hanya tertawa karena catatan dan jurnal harian seorang komikus yang naik daun, tetapi juga meratapi nasib cinta tak sampai seorang ODHA yang divonis meninggal karena komplikasi. Baginya membaca buku seperti menelanjangi pikiran seseorang, mencampuri urusan orang lain seakan-akan ia orang penting. Seringkali ia bingung mana yang harus ia percaya, karena setiap tokoh yang ia jumpai dalam buku seperti punya persepsi berbeda tentang.. hal-hal kecil tak terlihat: nilai, keyakinan, atau cinta.

Beranjak dewasa bersama buku membawanya pada dunia yang belum pernah disentuh oleh indranya. Buku membawanya lari dari sudut Jakarta yang berdebu, dari hubungan yang kandas di tengah jalan, dari kemiskinan dan kelumpuhan sosial. Meski dari semua yang pernah ia baca, gadis itu tidak pernah beli satu pun buku. Kecuali satu: buku tulis bergaris. Betapa istimewanya apa yang kemiskinan bawa pada jiwa gadis kecil itu hingga dewasanya! Rasa haus akan ilmu, dan usaha yang tidak putus-putusnya mencari, meminjam kesana kesini. Rasanya seperti bukan ia yang mengusahakan buku, tetapi buku yang berusaha mencarinya. Mendekapnya selalu ketika ia pulang, membuainya dengan keindahan yang bukan milik realita.

Ia jadi bertanya-tanya, apakah ini "aku dan buku" ataukah "aku dan ibuku"?



Tulisan ini dilombakan. Semoga jikapun tidak menang, setidaknya menginspirasi.

Selasa, 01 Maret 2016

Internship 2.0

I should keep myself inspired.
These days, I feel like I lost myself somewhere.
I tried to look back my tracks and pick up my pieces:
passions, things I love to do, my confident, lots of things.
See, I have this one crack someplace, I am not a whole now..
My insides are overflowing, poured out.
I wonder how I could feel so heavy and burdened
when my innards were detached, piece by piece, day by day.
This is the exact time I feel like,
Writings get ugly, songs are not pretty.
Anymore.
Not anymore.
This is the exact time I feel like,
I'm living, but I'm not alive..