Tampilkan postingan dengan label tvstn. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tvstn. Tampilkan semua postingan

Senin, 03 April 2017

Recita 6


Tahun ini aku memasuki tahun terakhirku di dunia perkuliahan. Dan menyadari bahwa terlibat aktif dalam satu organisasi yang kucintai ini adalah hal terbaik yang pernah kulakukan. Aku tidak punya banyak teman diluar kelas-kelas reguler yang berubah setiap enam bulan sekali. Aku juga menetapkan lingkar pertemanan yang semakin kecil yang terdiri dari orang-orang yang tidak pernah kubayangkan. Berada di dalam paduan suara kampus, mengambil bagian dan mencintai PARAMABIRA sungguh-sungguh adalah highlight dari kehidupan kampusku yang sebentar lagi usai. Aku jadi bertanya-tanya, bagaimana jalan kehidupanku jika aku tidak berada disini?

Cerita ini harusnya mengingatkanku akan salah satu malam-malam terbaik kehidupan paduan suara, maka akan kubagikan yang tidak kubagikan di linimasa media sosialku yang lain.

Tahun ini kutandai sebagai tahun terakhirku berpartisipasi dalam Recital. Aku membawakan aria Italia berjudul "Le, Violette" karangan Scarlatti. Laguku begitu ringan dan lincah. Ia berkisah tentang seorang pujangga yang bicara pada bunga violet. Entah sebagai apa perumpamaan itu bisa berarti. Ia mengutukiku atas ambisiku yang begitu besar, katanya. Looking back to what I've become, I can relate so much to it, I guess. Aku menyanyikannya pada G mayor, sebuah pencapaian bahwa aku bisa menyanyikan D5 dengan bersih. Kurasa I did pretty good job, dan teman-teman memujiku. Untuk seorang perfeksionis rendah diri seperti diriku ini, aku selalu berasumsi pujian mereka didasarkan rasa tak enak hati.

Namun datang dari laki-laki ini dan melihatnya tersenyum memesona setelah not terakhir selesai kunyanyikan, aku rasa kali ini teman-temanku tidak berlebihan. Untuk pertama kalinya dalam hidup, aku mulai bisa berbangga akan suatu hal dalam diriku yang sungguh-sungguh kuasah dari ketiadaan. I hope it leads to greater things.


Juga, aku bertemu dengan Tevinstein Amos. Ia memelukku begitu hangat sampai-sampai aku terkejut. Ia tiba tepat saat giliranku bernyanyi dan menyorakiku kencang sekali. Kami menghabiskan waktu bersama setelahnya, membuatku lupa akan beberapa hal menjengkelkan yang membuat mood-ku turun. Kami berpelukan lagi sebelum ia beranjak pulang. Ia katakan padaku, "It's so good to see you again."

Lalu bagaimana kabar pertahanan diriku selama ini? Tiada sisa.



Jumat, 20 Januari 2017

Tentang Inspirasi

"Selamat natal, Inspirasi."

"Wow, pukul tiga pagi. Seberapa larut tidurmu belakangan ini? Bagaimana hidupmu?"


-----


"Apa kabar dia? Apakah ia baik-baik saja?"

"Kurasa begitu, she's having a delight."



"Apa kabar dia? Apakah ia baik-baik saja?"

"Tidak tahu, ia tidak membalas pesanku. Aku tidak tahu."



"Apa kabar dia? Apakah.. ia baik-baik saja?"

"Sesuatu baru saja terjadi. Ia baru saja berulang tahun. Baru saat itulah aku bicara lagi padanya. Ia bilang keluarganya kerampokan. Uang tabungannya habis."

"Bagaimana dengan mimpi-mimpinya?"

"Entahlah, ia pun mencemaskan hal yang sama."


-----


"Apakah kau baru saja mengirimiku uang?"

"Terima kasih karena sudah kau terima."



"What am I supposed to do with this money?"

"Now that it's yours, it's up to you."



"Aku tidak bisa. Ini terlalu berlebihan."

"Terimalah, sungguh. Hanya itu yang kumiliki untuk membantu. Lagipula dulu aku sering lupa membayar hutang-hutangku, kan? Anggap saja kado ulang tahunmu."



"..."

"Omong-omong, aku minta maaf, ya, atas sikapku yang tak acuh, yang tidak peka pada perasaanmu selama ini. Mungkin kau frustasi. Tapi kau harus tahu, it's always been me."

"..."

"Ya, kurasa begitu saja."

"Terima kasih, Tevinstein."


-----


Semua pesan kami berakhir pada tanda read. Entah aku atau dia. Kami berhenti bicara enam bulan, sebelum aku rasa aku ingin mengucapkannya selamat natal, dimanapun ia berada.

Meskipun segalanya telah berubah, beberapa hal tetaplah sama. Ia masih dirinya, yang berubah-ubah dan tak dapat kuterka. Ia masih menjawabku dengan balasan yang tidak seharusnya, namun lebih membahagiakan karena aku tahu ia memperhatikan detail kecil tentang diriku.

Pesannya masih membuatku lebih senang dibanding pesan teman-teman lain.



Jika kau bertanya-tanya bagaimana aku bisa berpisah darinya dan baik-baik saja menghadapi ini semua, kurasa.. karena ia menjadikanku tetap utuh. Hanya saja masa kami sudah selesai.


"He never said the word, 'I love you,' too. But now I understand."

Senin, 12 September 2016

What Makes You Happy #10

Kurang dari seminggu lagi liburan selesai. Rasanya berat sekali harus berpura-pura menyukai semua orang, mencari teman baru di lingkungan belajar ras-ras yang kompetitif, serta berusaha mengambil hati dosen yang seringkali kupikir kinerjanya tidak sesuai dengan gelar yang mereka sandang. Tidak terasa aku memasuki tahun terakhirku! Wow. Sebentar lagi aku resmi jadi pengangguran. Aku tidak pernah menyukai perintah dari orang yang tidak kompeten (dimana kita tahu sekarang sedikit sekali mereka yang cerdas dan bijaksana, dunia dimenangkan oleh orang kaya dan anak-anak mereka), juga tidak puas mengerjakan sesuatu yang tidak sesuai dengan suasana hati dan kesukaanku. Ini juga yang beberapa lama aku pikirkan dengan matang: sulit sekali jika aku harus hidup mengikuti norma (sekolah, kuliah, lulus, kerja, menikah) hanya untuk menyenangkan hati masyarakat, dan betapa lelahnya segala kepura-puraan ini. Harus sampai kapan? Ah, aku harus segera merencanakan liburan.

Aku setuju dengan kemampuan menulis yang terkikis setelah lebih dari 3 minggu. Bahkan buatku, jangankan tiga. Satu minggu tanpa aksara sudah merupakan tindak pembodohan diri, kau tahu? Biasa aku mensiasatinya dengan bicara sendiri. Orang tuaku pikir aku gila--terutama ketika aku kedapatan, dan malu sekali rasanya! Tapi sering kali, kurasa aku butuh berceloteh dengan diriku ketika itu menyangkut hal-hal yang luar biasa membebani, seperti salah satu postingan dari akun pembela satwa liar di Instagram yang baru-baru ini kuikuti, pernikahan dini yang kuhadiri, atau pola hidup vegan temanku yang mengejutkan. Aku berterimakasih atas self independence ku yang melonjak begitu tinggi, sungguh. Aku merasa lebih kuat menjadi diri sendiri.

Entah sejak kapan, aku semakin jauh dengan si "sumber inspirasi". Kami tidak saling benci, juga tidak bermasalah. Aku hanya.. pada akhirnya mendapati diriku tidak lagi bebas ketika bersamanya, juga terkungkung dengan ketakutan membuatnya bosan. Alhasil kami tidak lagi bicara. Kami saling menyapa dan berteguran, kami juga menanggapi satu sama lain jika salah satu mengajukan pertanyaan, atau pernyataan.. Hanya saja kami tidak lagi punya keinginan untuk memulai dan peduli. Mungkin ini yang mereka katakan, 'setiap hubungan punya tanggal kadaluarsa,' dan aku rasa.. aku tidak apa-apa jika ia tak ada. Ia bukan lagi satu-satunya sumber inspirasi yang aku punya.

Aku bertanya-tanya, kemana bagian diriku yang cengeng dan manja itu? Hal ini seharusnya meresahkanku, tetapi tidak. Aku juga seharusnya hancur setengah mati. Tetapi tidak. Aku berasumsi bahwa kini aku sudah lebih dewasa dalam menyikapi kesendirian.

Oh iya, kau ingat postingan terakhirku? Aku dan temanku kini menjadikan pertengkaran kami lelucon bodoh yang hanya kami yang paham. Kau tahu maksutku, bukan? Syukurlah.

Rabu, 20 April 2016

Naked.

There was a time when we were mesmerized of each other. Wondering, how could somebody be as amazing as us. How was life before us? How we thank every universe that we united, that we flared up even brighter, that we blossomed into somebody better.

Us.


I have radiated all my marvels. My senses, truest self, and sparks. I ran out of wonders to give to you now. Well, at least we both know there is no such thing as endless wonder. Amusement dies, love disappears, wonder fades out. We don't talk cause we read minds. We don't ask cause we both already knew. This silence. This subtle. This peaceful state of us.

I have peeled off your skin. That now I can only see your reality. You are not a flesh nor a bone.
You are an impeccable soul that illuminates the door of my heart.


Even in your darkest times.
Still, I think you're as wonderful as I first saw you.

Senin, 21 Maret 2016

Kodaline - All I Want



It's not because you are better than anyone else, that I loved you.
It's because I love you, that you've made me a better person.
Loving you transformed me, to loving myself even more.


As I'm typing this, I wonder how life was without ever knowing you.


Thank you so much for existing. 

Kamis, 17 Maret 2016

Entwined.

I read the word somewhere.
I felt something so weird, so weird that it warms my heart.
Entwined. It's like my soul unto yours.
It's like Saturday nights and Sunday evenings
that echo and follow, always.

I saw you yesterday.
I'll meet you tomorrow.
In between, I am entwined
to the promise that I will see you again.

Your big day is getting closer.
I can't wait to witness it with you.
Entwined, deeper, harder,
I don't mind how painful it must be
when one day we have to let go.
I entwined myself in you.

I'm tangled.

Minggu, 21 Februari 2016

Internship

When I told him all this, regretting and cursing all this,

All I know is that I spilled out my bitterness till I am zero,
and he was sitting still, quiet as I spoke.
Then I am overwhelmed by his presence and eye sights.


For I need nothing but he sat there listening to me.

Sabtu, 13 Februari 2016

Not true.

What if after all this time, I misinterpreted you:
I do not have feelings for you the way I confessed.
I managed to make myself believe that I was in love, while in fact I was just lonely.
And you're the only better person around.
I was scared of having no one to fight for,
therefore I chose you to be the person I 'love'.
I try to speculate an act and believe what I wanted to believe.
It's some kind of pity--what I did, of making myself so sure that I was in love.
What if I don't love you at all, what if all this,
was just a massive manipulation I created to myself
so that I wouldn't feel so lost. So when people speak of love,
I would also understand. While in fact I don't have any!
I just happened to pretend that I do,
pretend that I love you.

How arrogant is that.

Jumat, 08 Januari 2016

21

It was the kind of day people write their stories about.
I had one, too, such a happy remembrance.
Let's jump back to January the sixth.

When I said thanks to him for his presence today,
he said, "I didn't even greet you happy birthday," which was true.
But when he came to my house earlier, he looked at me,
and hugged me fast without saying anything. I hugged him back, confused.
We still met at the end of the day after we got back to dorm, with him accompanying me
when my people surprised me with a pizza cake and beautiful deco--which was another story!
He laughed along with my friends, despite probably he felt awkward..
Then he took me back. He asked, "Are you happy?" and listened to my smiling voice talking.
He was the last person I talked to on my birthday. He was there, witnessing me.
When we arrived, I kissed his shoulder like I always do, and said bye.

He never said 'I love you', too.


But now I got the point.

Minggu, 03 Januari 2016

While Listening to O by Coldplay.

I am thinking of the aftermath, the adherent, consequences of loving you.
People say what's worst about loving something so much, is knowing that you can't have it.
They also say that when you love something, you should not possess them: you let them live instead.
That's the truest form of love, to let it grow, to see it comes bigger, without caging them someplace.
And somewhat true, we feel bliss just to see it that way.
Society got twisted, right? About love and possession, anger and disappointment.
They started to think when you love someone, they have to love you back.
Either way, it's not love at all. It's the unrequited stupid hunger, of affection. What was that, again?
Well, I have to stay still though, they are not capable of understanding it..

If only you had the same feeling towards me, as much as I am willing to give you ever since,
they say, we would already be together by now. Thing is that I am an open book, they can read me. While you.. I honestly don't know how you feel, you never told me.. But what ever it is, it makes me happy. It completes me somehow in the most humanly way possible. I am craving, yearning, admiring the feeling you gave me, it surprised me in the time I least expected it. You are different, you made me feel different in every best way I could tell. You made me happy without words of love, so I didn't question it, like, I don't need it.. You speak louder than every romance courtesy. Then again, loving you makes me love myself even more. In the end, how could I possibly not loving you if so?

I always knew we couldn't be together, I'm not making it an aim as well. I know probably we're that different, that hard to be with each other, it's okay. I'm not withdrawing myself at all, and I won't. If one day you had to go--like, go, away--in a way that we're not this close anymore, or geographically distant from each other, I'll remember you always, always. And there would be no greater loss by then. It's not regret, okay, it's loss. It's a mess, total pain, an agony. But right now, as long as you're still near--I could tell by the way you wanted to see me just as much--as long as we're together and fine, I cherish you with every breath, every eye blink, every second of my everyday, Tvstn. It's okay if one day we have to separate our way, I thank God that we ever crossed our paths and be together for quite long time. The me that is me right now, won't ever be without your presence. You will someday leave with remaining melodies you sometimes sing, and your shy smile that nobody could ever have, but you. I knew, and I'll be okay as long as you are too.


To the person whom I am now loving, so much, with all humility I could evince.
I've never loved anybody to the point where I don't want to possess them anymore,
for the sake of my belief: that to love is to set free.

Jumat, 01 Januari 2016

Tentang Perasaan.

Kemarin lalu, seorang teman menanyakan bagaimana perasaanku padamu.
Aku diam sesaat, menimbang-nimbang: seberapa banyak? Seberapa besar?

Begini, sayang..
Aku mencintaimu pelan-pelan, disaat aku pikir aku mencintai orang lain.
Aku tidak sepenuhnya jatuh, aku melangkah perlahan bersamamu.
Saat aku kehilangan jati diri, saat aku menangis histeris, saat aku berusaha menata lagi hidupku.
Kemudian aku mencintaimu sesederhana itu, sesederhana kamu ada.
Tanpa perlu tahu bagaimana perasaanmu, tanpa perlu cintaku terbalaskan.
Mencintaimu sesederhana menyapamu setiap pagi, merindukanmu setiap malam,
dan bertemu padamu di hari-hari tersulit, mendengarkan cerita dan lagu-lagumu,
sesekali berbagi kisah, lalu melihatmu tersenyum seperti itu.
Aku mencintaimu tanpa beban, tanpa rasa-rasa khawatir,
tanpa menuntut kamu untuk menjadi sama sepertiku.
Selama kamu ada.. Selama kamu disini, ada bersamaku..

Lalu kukatakan padanya, bahwa aku sangat mencintaimu.
Dan aku sungguh-sungguh untuk itu.



Selamat tahun baru, Inspirasi!

Selasa, 08 Desember 2015

Last post.

I gotta stop, I know.
Though I've never been good in avoidance.
This, this might be the last time.

Maybe loving you was never meant to be
more than hurting myself just as much.
I gotta stop, I know.

Senin, 07 Desember 2015

Puisi Senada

Sejatinya riak air mataku akan selalu menemukan muaranya di bahumu.
Ada saatnya aku mengelak, lalu akhirnya menyerah pada rindu-rindu yang berisik.
Berjauhan, meski tidak bermusuhan. Menjaga jarak, meredam gemuruh. Berharap kau ada.
Lalu semalam aku melihatmu, menemukanmu tersenyum dalam tatapan yang malu-malu,
dan semua pertahanan yang susah-susah kubangun
luruh, habis, runtuh bersama rindu.
Di titik-titik besar dalam hidupku, apa jadinya jika tidak ada kamu?
Tidak akan ada bahagia yang terlalu atau sedih yang sewajarnya.
Bagaimana jika kau tak ada? Bagaimana jika akhirnya kau pergi?
Kau tahu pilihan untuk pergi selalu ada dalam genggaman tanganmu, bukan?
Kau juga tahu aku selalu ada, menitipkanmu dalam doa pengantar tidur, melepaskanmu jika kamu ingin pergi: percaya bahwa kau akan selalu berpulang.
Terima kasih sudah hadir di waktu-waktu bahagia, di waktu-waktu aku paling ingin kau ada.
Terima kasih sudah memberi jarak, memberi ruang yang kubutuhkan untuk membutuhkanmu,
terima kasih karena dengan begitu aku bernafas.

Semoga seiring kehidupan yang berjalan,
angka-angka terendah dan tertinggi dalam pergerakan waktu,
ada kamu. Cukup ada kamu.

Minggu, 29 November 2015

Lost.

I could die, you know.
Wandering around, thinking of you.
Of what you're doing, of what you're thinking of at the current time. Are you okay.
I go on days, having to pretend that I am okay and that I don't mind: I could handle this.
Which you always know that I'm not good at multi-tasking, it's so exhausting.
I could die holding back the urge to text, to call,
moreover to meet you. I'm so overwhelmed of night thoughts that lead me to my full-of-you dreams.
I could die.. I could die of missing somebody too much that my mind can't contain.
But it's not even the worst part.
Knowing that maybe I am the burden,
the bridge or high walls, in between you and the bright nexts.
You're no where to be found, I don't know where you are..
I never meant to push nor seem like I am forcing you to need me as much as I do.
It's just that onto you, I spill over my heart. Onto you, I surrender my trust.
In you, I found myself.


But where are you, now?
Where am I, now?
I don't see myself anywhere.
I could die.





Be back soon, be fine soon, okay?

Minggu, 08 November 2015

Thinking of Amos

"Why didn't you ask me to go with you?"

"Cause I wanna be alone that day,"

"..."

".. don't you always hated it when I said I wanna leave?"

"I don't care. You have to."



I love you so much, so much that I let you go.

Selasa, 27 Oktober 2015

Insufficient

I'm feeling so blue right now. It's almost dark blue.
I miss you so much, to the fact that I know I'll lose your presence soon.
To the fact that I miss everything about you and your blabbery mouth.
The kind of miss that even seeing your face won't be enough.
I'm fine, you are too,
We're fine, it's nothing.

I wonder what's wrong with me.

Senin, 26 Oktober 2015

A.

I love you along with the Time.

I love you in speculation of my own.

I love you by giving in.

I love you in every hour.
When I wake up in the morning,
when I'm tired and about to sleep.

I love you without doubts.

I love you by submission,
Knowing that the choice to leave, was all yours.

Like giving you the freedom to go.
Believing, hoping, that you won't.

I love you more than I allow myself to.

Minggu, 25 Oktober 2015

Preferensi

Untuk satu kali saja di dalam hidup, aku tidak merasa baik-baik saja seperti ini. Tidak bisa, aku tidak bisa bersikap biasa. Sungguh, kamu berharap apa? Ketika aku tahu kamu akan pergi jauh, atau punya kemungkinan sangat besar untuk pergi nantinya, mengulur cita-cita sepanjang umurmu. Aku juga tidak bisa marah ketika bukan aku yang kamu ajak berfoto. Diperparah ketidakmampuanku untuk mengajakmu diskusi tentang rasa cemburu, karena aku tidak punya hak. Karena untuk satu kali saja di dalam hidupku denganmu, aku marah karena aku bukan siapa-siapa. Terlebih bukan padamu, bukan pada keadaan, pada diri sendiri. Aku mulai dengan spekulasi, ya. Mungkin aku tidak secantik standarmu? Atau karena kamu tahu pada akhirnya bukan aku? Cukup sudah, ya, aku tidak tahu bagaimana jadinya jika kamu tidak ada. Tenang saja, aku tahu preferensi bukanlah salahmu. Jika bukan aku, jika ada yang lebih menyenangkan, sama seperti kamu selalu bertanya, memang aku siapa?

Lalu apa katamu tadi? Aku tidak sempat jawab, karena kamu bicara saat aku ucapkan terima kasih. Kamu pikir mungkin untuk tebengan, tapi buatku untuk kesadaran yang kamu bawa padaku malam ini. Bahwa menjadi bukan apa-apanya kamu, sama sengsaranya menjadi bukan apa-apa di dunia. Ah, iya! Kamu bilang kamu tidak sabar menunggu saatnya hujan turun?


Aku juga, sayang.
Aku juga.

Kamis, 22 Oktober 2015

Pagi penuh doa.

Pagi ini ada namamu muncul. Kamu aneh sekali. Agaknya hanya kamu yang mengerti bahwa hidup itu milikmu, tidak perlu lagi kamu bagikan atas dasar cari perhatian. Kecuali jika kamu pikir hidupmu tidak penting. Kamu tahu tidak? Buatku kamu tetap semenarik itu. Hanya saja, memang aku yang sentimentil, karena aku merasa seperti kamu juga menghapus aku dan ceritaku. Tapi seperti halnya rindu dan cinta, kamu itu orang yang menyuarakan hidupmu diam-diam. Ketika kamu ada, aku tidak perlu lagi pertanyakan apapun tentang hidup, karena kamu adalah wujud nyata hidup itu sendiri.

Aku jadi tahu sekarang, mengekspos hidup bukan lagi prioritasmu. Tapi aku, aku tahu semuanya tanpa perlu kamu pampang sana-sini.
Aku jadi paham sekarang, mungkin aku orang terpilih yang boleh tahu kisah dan cerita hidupmu, atau sesederhana bagaimana rambutmu panjang dan jerawatmu tumbuh.
Aku jadi mengerti sekarang, bahwa canduku sebenarnya ada pada kamu, bukan mediamu.

Pagi ini tidak hujan, tapi anginnya cukup dan mahatahari tidak menyengat. Aku bangun pagi tanpa dering alarm. Pagi ini ada namamu muncul. Baru aku sadar betapa damainya pagi seperti ini.

Selasa, 20 Oktober 2015

Untuk akhir Bulan Mei


Hanya kamu yang bisa semenarik itu saat bicara,
entah karena ekspresi atau sorot matamu yang jenaka,
meski waktu kamu sedang merasa tidak enak hati.

Hanya kamu yang bisa selantang itu menyuarakan isi hati,
tentang sesuatu yang ringan: seperti udara atau kemacetan
atau marahanmu yang membuatku merasa lucu.

Hanya kamu yang tersenyum seperti itu,
seperti matahari, seperti panel warna, seperti keindahan,
yang buat aku terang lagi ketika aku redup,
yang buat aku merasa optimis akan hari-hari baik.

Hanya kamu yang seperti itu mencintai,
dengan tidak berkata-kata,
dengan cara yang sederhana sekaligus luar biasa,
cinta-cinta yang tidak berisik.
Dengan perlahan, pelan-pelan, tapi menenangkan
sehingga aku tahu aku punya pegangan
ketika di tengah jalan aku oleng karena kehidupan.

Hanya kamu yang sebebas itu,
untuk pergi kala butuh waktu sendiri,
dan selalu datang lagi hari esok.
Menyuapi aku dengan obrolan tentang masa depan,
dan tidak pernah memberhentikanku untuk mengejar cita.
Kamu bilang itu hidup, kita hidup dengan memenuhi hidup.
Aku tau, ada kamu. Akan selalu ada kamu.
Kemanapun, dimanapun,
aku sudah titipkan hatiku padamu.



Hanya kamu yang bisa membuatku berhenti,
ketika aku mengingatmu di sela hariku,
di malam saat aku membicarakanmu pada Tuhanku,
terlebih waktu aku melihat kamu di hadapanku,

tersenyum seperti itu.