Aku setuju dengan kemampuan menulis yang terkikis setelah lebih dari 3 minggu. Bahkan buatku, jangankan tiga. Satu minggu tanpa aksara sudah merupakan tindak pembodohan diri, kau tahu? Biasa aku mensiasatinya dengan bicara sendiri. Orang tuaku pikir aku gila--terutama ketika aku kedapatan, dan malu sekali rasanya! Tapi sering kali, kurasa aku butuh berceloteh dengan diriku ketika itu menyangkut hal-hal yang luar biasa membebani, seperti salah satu postingan dari akun pembela satwa liar di Instagram yang baru-baru ini kuikuti, pernikahan dini yang kuhadiri, atau pola hidup vegan temanku yang mengejutkan. Aku berterimakasih atas self independence ku yang melonjak begitu tinggi, sungguh. Aku merasa lebih kuat menjadi diri sendiri.
Entah sejak kapan, aku semakin jauh dengan si "sumber inspirasi". Kami tidak saling benci, juga tidak bermasalah. Aku hanya.. pada akhirnya mendapati diriku tidak lagi bebas ketika bersamanya, juga terkungkung dengan ketakutan membuatnya bosan. Alhasil kami tidak lagi bicara. Kami saling menyapa dan berteguran, kami juga menanggapi satu sama lain jika salah satu mengajukan pertanyaan, atau pernyataan.. Hanya saja kami tidak lagi punya keinginan untuk memulai dan peduli. Mungkin ini yang mereka katakan, 'setiap hubungan punya tanggal kadaluarsa,' dan aku rasa.. aku tidak apa-apa jika ia tak ada. Ia bukan lagi satu-satunya sumber inspirasi yang aku punya.
Aku bertanya-tanya, kemana bagian diriku yang cengeng dan manja itu? Hal ini seharusnya meresahkanku, tetapi tidak. Aku juga seharusnya hancur setengah mati. Tetapi tidak. Aku berasumsi bahwa kini aku sudah lebih dewasa dalam menyikapi kesendirian.
Oh iya, kau ingat postingan terakhirku? Aku dan temanku kini menjadikan pertengkaran kami lelucon bodoh yang hanya kami yang paham. Kau tahu maksutku, bukan? Syukurlah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar