Minggu, 25 Oktober 2015

Preferensi

Untuk satu kali saja di dalam hidup, aku tidak merasa baik-baik saja seperti ini. Tidak bisa, aku tidak bisa bersikap biasa. Sungguh, kamu berharap apa? Ketika aku tahu kamu akan pergi jauh, atau punya kemungkinan sangat besar untuk pergi nantinya, mengulur cita-cita sepanjang umurmu. Aku juga tidak bisa marah ketika bukan aku yang kamu ajak berfoto. Diperparah ketidakmampuanku untuk mengajakmu diskusi tentang rasa cemburu, karena aku tidak punya hak. Karena untuk satu kali saja di dalam hidupku denganmu, aku marah karena aku bukan siapa-siapa. Terlebih bukan padamu, bukan pada keadaan, pada diri sendiri. Aku mulai dengan spekulasi, ya. Mungkin aku tidak secantik standarmu? Atau karena kamu tahu pada akhirnya bukan aku? Cukup sudah, ya, aku tidak tahu bagaimana jadinya jika kamu tidak ada. Tenang saja, aku tahu preferensi bukanlah salahmu. Jika bukan aku, jika ada yang lebih menyenangkan, sama seperti kamu selalu bertanya, memang aku siapa?

Lalu apa katamu tadi? Aku tidak sempat jawab, karena kamu bicara saat aku ucapkan terima kasih. Kamu pikir mungkin untuk tebengan, tapi buatku untuk kesadaran yang kamu bawa padaku malam ini. Bahwa menjadi bukan apa-apanya kamu, sama sengsaranya menjadi bukan apa-apa di dunia. Ah, iya! Kamu bilang kamu tidak sabar menunggu saatnya hujan turun?


Aku juga, sayang.
Aku juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar