Senin, 02 Mei 2016

Dalam Perjalanan ke Kampus


Aku ingin sekali menulis. Ketika di jalan pulang, menyusuri selasar jalan malam di bangku belakang ojek motor sepulang hari yang melelahkan. Bagaimana, ya. Akhir-akhir ini inspirasiku luntur. Banyak sekali hal-hal receh berseliweran di kepala. Sepulangnya ke rumah, aku terlalu lelah untuk bercengkrama dengan diri sendiri, seperti ini. Rasanya aku tidak lagi punya waktu untuk bersosialisasi. Aku melewati hari seiring keindahan dan hal kecil bermakna dengan lelah dan acuh tak acuh. Sampai pada suatu titik aku tahu harus berhenti sesaat, mengisi penuh-penuh tenagaku dengan Inspirasi. Bisa aku katakan waktu-waktu ini adalah masa tersulit di kehidupanku. Entah kapan aku bisa memaknainya sebagai pembelajaran. Bagiku sampai saat ini, rasanya seperti kutukan. Tetapi toh aku tidak bisa lakukan apa pun juga, selain belajar menerima dan yakin bahwa ini tidak selamanya.

----

Aku pergi ke sudut Jakarta yang lebih gelap. Dimana banyak orang berselimutkan asap jalan dan topeng-topeng berwajah masam. Mau tidak mau aku menyudutkan benak pada cengkrama atau tawa meledak anak-anak pinggiran, yang tidak tahu apa-apa tentang merosotnya perekonomian tahun ini, atau uang tabungan untuk membeli mimpi. Berhati-hati aku perhatikan mereka, seolah mereka hilang dalam satu kedipan mata. Aku sedang membawa debar hidupku yang kian malam kian lemah, yang perlu kuisi dengan keindahan sebelum meledak lalu hilang ke alam semesta. Di tengah kota jahat yang tidak perduli siapapun, aku berharap apa? Inspirasiku berceceran dimana-mana, sedikit-sedikit dan saru dengan latar belakang. Aku harus secepatnya tiba sebelum jantungku mati! Satu dua kali setiap minggu, aku bernyanyi untuk hidup. Menghirup dan menghembuskan nada-nada, kadang-kadang dengan hati sedih. Aku menuangkan celoteh dalam bentuk cantik lelaguan, yang bagi sebagian orang dianggap bodoh. Untuk apa, mereka akan berkata. Lebih baik kau pulang dan tidur. Sebagian lainnya tersentuh di ulu hati, lalu semakin menjadi-jadi dalam rupa-rupa berbeda di diri setiap mereka. Pekerjaan hidup ini menguras waktu dan energiku. Sejak awal mula aku sudah tahu akan sangat melelahkan, tetapi bukankah itu harga kehidupan?

Beberapa saat lagi matahari terbenam. Ayo cepat, sebelum malam tiba mari kita minum air kehidupan. Eliksir yang meredam gerogot sakit di tengah-tengah jantung perasaan. Mungkin sebentar lagi hujan turun. Sebentar lagi sudut ini sedikit lebih terang, meski malam pada akhirnya merebut paksa sisa cahaya satu-satunya yang ia punya. Pelan-pelan kuletakkan sisa hariku pada Inspirasi. Lalu menggumamkan serapah seperti jampi. Dalam balutan jubah doa, tuturku semoga aku tetap hidup sampai semua ini selesai.






Jumat, 29 April 2016

Project Hatred

You're like the sanctuary of my soul.
A place of refuge, place of safety.
A fountain that brings pleasure not only to the body,
but also to the eyes.
Ringing bell that echoes
with serene tone that lets me know



"you will be fine."

Rabu, 20 April 2016

Naked.

There was a time when we were mesmerized of each other. Wondering, how could somebody be as amazing as us. How was life before us? How we thank every universe that we united, that we flared up even brighter, that we blossomed into somebody better.

Us.


I have radiated all my marvels. My senses, truest self, and sparks. I ran out of wonders to give to you now. Well, at least we both know there is no such thing as endless wonder. Amusement dies, love disappears, wonder fades out. We don't talk cause we read minds. We don't ask cause we both already knew. This silence. This subtle. This peaceful state of us.

I have peeled off your skin. That now I can only see your reality. You are not a flesh nor a bone.
You are an impeccable soul that illuminates the door of my heart.


Even in your darkest times.
Still, I think you're as wonderful as I first saw you.

Kamis, 31 Maret 2016

Current Situation

Sedang dipersiapkan oleh semesta
untuk kebahagiaan dan berkat yang lebih besar.
Pada waktu yang tepat!



Bersabarlah, Stefany.

Rabu, 30 Maret 2016

Counting Blessings

Baiklah. Sudah begitu lama rasanya tidak bicara pada diri sendiri. Bukannya aku tidak mau, tapi energiku terkuras habis oleh sesuatu yang bukan mauku. Aku banyak pekerjaan hari ini, tetapi aku paksakan untuk membuat ini karena aku nyaris gila. Jika bukan karena ingat keringat orang tua yang susah payah membiayai kuliahku, aku sudah tidak ada disini. Aku tidak boleh lupa, bahwa aku harus rela menerima ketidaknyamanan yang sementara untuk perbaikan yang permanen. 

Terkadang kita harus tahu bahwa berkat datang dalam berbagai bentuk. Dalam ajakan teman untuk bergaul, dalam sapaan orang tua yang lelah sepulang kerja, 'bagaimana pekerjaanmu hari ini?', dari makanan gratis yang kau dapat dari teman sepekerjaan, atau sesederhana bernyanyi setiap hari Senin dan Selasa. Berkat bukan hanya ada pada tubuh kecil mungil, wajah cantik, dan gelimang harta. Jikapun aku tidak memiliki ketiganya, setidaknya aku masih diriku. Ambil waktu sebentar dan resapi hal ini: aku masih punya diriku. Setidaknya aku pribadi yang selalu paham, bahwa berkat bukan hanya melulu perihal koneksi dan kenalan. Berkat juga datang lewat teman-teman yang ada di saat tersulit, di jam-jam tersibuk, dan dalam cerita tengah malam yang tidak bermutu. Aku menghitung berkatku sebesar itu. Lalu aku merasa jauh lebih baik karena aku paham.

Ada kalanya hari-hari begitu buruk hingga aku sesak napas. Dalam proses ditempa seperti ini, aku belajar bahwa kebencian dapat begitu tidak menyehatkan. Materi bukan teman yang selamanya, bukan yang membuatku mencapai tempat tertinggi dalam Hierarki Kebutuhan Maslow: aktualisasi diri. Dalam proses sulit ini, aku belajar mengenal diriku dan berkaca. Aku juga belajar banyak tentang kehidupan, tentang bagaimana menjadi manusia yang lebih baik. Juga tentang Tuhan dan agungNya yang seringkali oleh beberapa oknum tanpa sadar, dilecehkan habis-habisan. Begitu banyak perspektif yang bisa berubah dalam periode beberapa bulan. Lalu berkat-berkat eksternal itu terlihat lebih nyata sekarang. Memang benar orang bilang, jika tidak ada langit gelap, kau tidak akan bisa melihat bintang.

Aku tidak bisa menjamin hari esok, tetapi aku yang memiliki hari ini. Aku bisa menjamin rasa sayang yang kurasakan pada orang tuaku, teman-teman, dan Tevinstein Amos hari ini. Aku bisa menjamin rasa syukurku karena mereka ada hari ini.  Aku tidak pernah begitu spiritual dan relijius sebagai individu, tetapi Tuhan, dimanapun Engkau ada, terima kasih sudah mewujudkan diri lewat berkatku hari ini. Aku hanya tau hari ini, tapi aku harap besok juga demikian.




Dua setengah bulan lagi, Stefany. Semangatlah!

Senin, 21 Maret 2016

Kodaline - All I Want



It's not because you are better than anyone else, that I loved you.
It's because I love you, that you've made me a better person.
Loving you transformed me, to loving myself even more.


As I'm typing this, I wonder how life was without ever knowing you.


Thank you so much for existing. 

Kamis, 17 Maret 2016

Entwined.

I read the word somewhere.
I felt something so weird, so weird that it warms my heart.
Entwined. It's like my soul unto yours.
It's like Saturday nights and Sunday evenings
that echo and follow, always.

I saw you yesterday.
I'll meet you tomorrow.
In between, I am entwined
to the promise that I will see you again.

Your big day is getting closer.
I can't wait to witness it with you.
Entwined, deeper, harder,
I don't mind how painful it must be
when one day we have to let go.
I entwined myself in you.

I'm tangled.