The art of holding hands.
I always fond of the idea of unity when people hold their hands together.
They would breath the same anxiety of their uncomfortable partner, while
excitement would play around, makes them groggy and nervous.
Yesterday, I held his hand. This guy, whom I tried so hard to love, but can't.
We were sitting next to each other. It was raining outside as we sat on a bus on our way home.
Strange. I don't feel homesick at all. It feels like the touch of our hands onto each other,
makes right everything that is not. He took my left hand, held it tight, filling the spaces..
We were listening to the same song beat. We sang along as our fingers entwined.
He uplifted it in the air when he tried to dance, and took it back close to his heart.
We talked in low voices, as he teased me and came back holding my hands tighter.
We were so close, his scent stained on my shirt, inside my palm, on my mind.
This is nice, right? Holding hands, unrequited love. I don't know which side.
I looked out the window and traced the raindrops. My vision blurred,
I saw only the reflection of us. I rubbed my thumb unto his,
softly reminded myself: When the road ends, we will too.
Selasa, 25 Oktober 2016
Jumat, 14 Oktober 2016
What Makes You Happy #11
Hatiku sedang berbahagia. Beberapa hari terakhir, aku begitu meresahkan tugas sponsorship. Intinya begitu, lah. Aku tidak suka dibebani secara finansial untuk sesuatu yang belum pasti. Mengingat ini akan mempengaruhi nilai akhir salah satu mata kuliahku semester ini, aku rasanya hendak menangis. Hari ini tiba-tiba seseorang menelpon. "Saya Nicholas, dari EF," katanya. Aku tidak biasanya mengangkat telfon dari orang yang tidak kuketahui. Aku juga jarang hanya duduk diam memperhatikan awan di siang bolong libur harianku. Tapi hari ini lain. Ah, iya. Lalu ia bilang tertarik untuk menjadi sponsor. Kami janjian bertemu di kampus (aku tidak perlu berkunjung ke perusahaan dan merogoh kocek uang saku!), sekaligus menandatangani MoU (langsung!). Aku tidak biasanya membahas hal sereceh ini, karena tidak bisa jadi cantik entah sepandai apa aku menulis. Tapi aku sungguh bahagia. Aku jadi teringat malam-malam resah ketika aku bicara sendiri: ya Tuhan, luputkanlah semester tujuh daripadaku. Seperti seseorang pernah berkata, "Jika kau menghargai ilmu, ilmu akan kembali menghargaimu.", begitu juga adanya dengan segala sesuatu.
Kepada Putri, aku juga takut hantu. Sering sekali kala malam aku membayangkan hantu wanita tersenyum sambil melotot, anak kecil dengan pupil mata hitam yang berdiri menoel-noel ujung jari kaki, atau.. kebanyakan wujud anak-anak yang berdarah atau tubuh abnormal lain. Aku selalu takut dengan hantu anak-anak. Mungkin karena mereka tidak tahu konsep kehidupan, tidak tahu kemana harus pergi setelah dijemput kematian, karena mereka tidak tahu mereka terbentuk dari rasa percaya, yang tiba-tiba menjadikan mereka ada dari partikel energi di udara. Ah, aku bisa membicarakan teoriku begitu panjang. Intinya malam itu aku terkejut-kejut mendengar ketukan di pintu, yang ternyata hanyalah teman satu kost yang memberikan obat tetes mata. Baik sekali, bukan? Wujud hantu-hantu itu hanya ada di kepala, atau tentu saja di pojok kamar mandi jorok yang membuatmu klaustrofobik. Jika di malam lain kau juga tidak bisa tidur untuk alasan yang sama, selalu ingat pukul tiga lebih satu, mereka sudah berhenti berlalu-lalang. Lalu kita bisa tidur setelah itu.
Aku juga menghabiskan beberapa malam mengunjungi kafe sepi bersama lingkaran kecilku. Itu lagi, itu lagi. Memesan menu yang sama, topik yang berbeda. Aku selalu suka musim hujan, seiring aroma tanah basah yang masuk dari celah jendela kamar yang tidak pernah aku tutup. Dan rasanya waktu-waktu ini adalah yang paling tepat untuk pergi dari sibuk dan rasa sepi. Entah karena suatu pekerjaan berat telah terselesaikan, atau konsep penghargaan bentuk tubuh yang semakin hari semakin kupahami, rasanya ringan sekali mengetik sore ini.
Akhirnya aku berhasil menjadikan Spotifyku premium selama-lamanya! Dan benar-benar membuat playlist personal yang sudah sejak lama aku pikirkan. Road Trip at Night. Untuk kalangan sendiri. Terima kasih, Oktober. Hujanmu sungguh-sungguh menjadikanku lebih hidup.
Senin, 12 September 2016
What Makes You Happy #10
Kurang dari seminggu lagi liburan selesai. Rasanya berat sekali harus berpura-pura menyukai semua orang, mencari teman baru di lingkungan belajar ras-ras yang kompetitif, serta berusaha mengambil hati dosen yang seringkali kupikir kinerjanya tidak sesuai dengan gelar yang mereka sandang. Tidak terasa aku memasuki tahun terakhirku! Wow. Sebentar lagi aku resmi jadi pengangguran. Aku tidak pernah menyukai perintah dari orang yang tidak kompeten (dimana kita tahu sekarang sedikit sekali mereka yang cerdas dan bijaksana, dunia dimenangkan oleh orang kaya dan anak-anak mereka), juga tidak puas mengerjakan sesuatu yang tidak sesuai dengan suasana hati dan kesukaanku. Ini juga yang beberapa lama aku pikirkan dengan matang: sulit sekali jika aku harus hidup mengikuti norma (sekolah, kuliah, lulus, kerja, menikah) hanya untuk menyenangkan hati masyarakat, dan betapa lelahnya segala kepura-puraan ini. Harus sampai kapan? Ah, aku harus segera merencanakan liburan.
Aku setuju dengan kemampuan menulis yang terkikis setelah lebih dari 3 minggu. Bahkan buatku, jangankan tiga. Satu minggu tanpa aksara sudah merupakan tindak pembodohan diri, kau tahu? Biasa aku mensiasatinya dengan bicara sendiri. Orang tuaku pikir aku gila--terutama ketika aku kedapatan, dan malu sekali rasanya! Tapi sering kali, kurasa aku butuh berceloteh dengan diriku ketika itu menyangkut hal-hal yang luar biasa membebani, seperti salah satu postingan dari akun pembela satwa liar di Instagram yang baru-baru ini kuikuti, pernikahan dini yang kuhadiri, atau pola hidup vegan temanku yang mengejutkan. Aku berterimakasih atas self independence ku yang melonjak begitu tinggi, sungguh. Aku merasa lebih kuat menjadi diri sendiri.
Entah sejak kapan, aku semakin jauh dengan si "sumber inspirasi". Kami tidak saling benci, juga tidak bermasalah. Aku hanya.. pada akhirnya mendapati diriku tidak lagi bebas ketika bersamanya, juga terkungkung dengan ketakutan membuatnya bosan. Alhasil kami tidak lagi bicara. Kami saling menyapa dan berteguran, kami juga menanggapi satu sama lain jika salah satu mengajukan pertanyaan, atau pernyataan.. Hanya saja kami tidak lagi punya keinginan untuk memulai dan peduli. Mungkin ini yang mereka katakan, 'setiap hubungan punya tanggal kadaluarsa,' dan aku rasa.. aku tidak apa-apa jika ia tak ada. Ia bukan lagi satu-satunya sumber inspirasi yang aku punya.
Aku bertanya-tanya, kemana bagian diriku yang cengeng dan manja itu? Hal ini seharusnya meresahkanku, tetapi tidak. Aku juga seharusnya hancur setengah mati. Tetapi tidak. Aku berasumsi bahwa kini aku sudah lebih dewasa dalam menyikapi kesendirian.
Oh iya, kau ingat postingan terakhirku? Aku dan temanku kini menjadikan pertengkaran kami lelucon bodoh yang hanya kami yang paham. Kau tahu maksutku, bukan? Syukurlah.
Sabtu, 03 September 2016
What Makes You Happy #9
Begitu banyak hal terjadi tanpa jeda waktu aku untuk mensyukurinya.
Aku ingat sekali minggu lalu: ketika aku berterima kasih dalam doa syukur mingguanku,
bahwa saat ini aku sedang tidak bergantung pada siapapun, bahwa aku dikelilingi teman-teman yang kusukai, juga hobi dan cita-cita jangka panjang yang kuusahakan. Kondisi keuanganku tidak baik memang, tapi juga tidak buruk. Aku punya kesibukan yang menyenangkan, dan ditempatkan dalam komunitas yang membuatku berkembang.
Lalu aku ingin sekali segalanya seperti ini saja. Sungguh, semua sudah cukup.
Sampai akhirnya untuk suatu hal yang begitu sepele dan tidak terduga, aku bermasalah dengan salah satu kawan baik. Awalnya kurasa aku hanya akan mengacuhkan sampai semua reda dengan sendirinya, tapi aku begitu tertekan dengan pikiran dan respon negatif yang hanya ada di pikiranku saja. Aku tahu aku harus selesaikan apa yang dapat kutangani. Maka aku mengajak dia bicara. Baru saja.
Aku belum tahu apa jawaban dan pandangannya tentang permintaan maafku. Belum tahu apakah keadaan akan kembali seperti semula, apakah kita akan menertawakan kejadian ini di kemudian hari sebagai teman baik, atau malah hanya akan semakin parah..
Tapi aku sudah menelan egoku sendiri dan berkawan dengan perasaan mengalah yang jarang sekali aku lakukan. Oleh karenanya, apa yang membuatku senang adalah bahwa aku tahu, kedewasaanku tumbuh dari bagaimana aku mengutamakan teman-teman, ketimbang diriku sendiri. Aku sudah mengalah demi terjaganya suatu pertemanan.
Toh, aku sudah lupa mengapa aku bisa begitu marah pada awalnya. Sekarang yang kurasa hanyalah bahwa aku rindu.
Aku ingat sekali minggu lalu: ketika aku berterima kasih dalam doa syukur mingguanku,
bahwa saat ini aku sedang tidak bergantung pada siapapun, bahwa aku dikelilingi teman-teman yang kusukai, juga hobi dan cita-cita jangka panjang yang kuusahakan. Kondisi keuanganku tidak baik memang, tapi juga tidak buruk. Aku punya kesibukan yang menyenangkan, dan ditempatkan dalam komunitas yang membuatku berkembang.
Lalu aku ingin sekali segalanya seperti ini saja. Sungguh, semua sudah cukup.
Sampai akhirnya untuk suatu hal yang begitu sepele dan tidak terduga, aku bermasalah dengan salah satu kawan baik. Awalnya kurasa aku hanya akan mengacuhkan sampai semua reda dengan sendirinya, tapi aku begitu tertekan dengan pikiran dan respon negatif yang hanya ada di pikiranku saja. Aku tahu aku harus selesaikan apa yang dapat kutangani. Maka aku mengajak dia bicara. Baru saja.
Aku belum tahu apa jawaban dan pandangannya tentang permintaan maafku. Belum tahu apakah keadaan akan kembali seperti semula, apakah kita akan menertawakan kejadian ini di kemudian hari sebagai teman baik, atau malah hanya akan semakin parah..
Tapi aku sudah menelan egoku sendiri dan berkawan dengan perasaan mengalah yang jarang sekali aku lakukan. Oleh karenanya, apa yang membuatku senang adalah bahwa aku tahu, kedewasaanku tumbuh dari bagaimana aku mengutamakan teman-teman, ketimbang diriku sendiri. Aku sudah mengalah demi terjaganya suatu pertemanan.
Toh, aku sudah lupa mengapa aku bisa begitu marah pada awalnya. Sekarang yang kurasa hanyalah bahwa aku rindu.
Jumat, 05 Agustus 2016
What Makes You Happy #8
Have you ever looked at something amazing and wonder how would you feel if that was you? I have. The first time I watched a classical choir concert, I was so.. mesmerized by the way they sing. I am so content, so captivated. And then I told myself, one day you're gonna grow up doing things like that.
It's day minus one before my concert today. I'm going to sing solo the last song on the end of the first round. Last night I skipped practice session due to sore throat and I found a stain of blood when I coughed. I think my throat hurts so bad and I need to keep myself hydrated all the time. I know it sounded serious and all, but no. Tonight on practice, they replaced me with another good singer, a friend of mine, a senior. I know it's a very tense situation and show must go on.. But hold it right there. That's my spot. That's my dream. I'm so done with the idea of probably this isn't for me. I'm meant to do this. I will do it. I have prayed dearly for it all my life. I have asked the universe to let me have this moment..
So this is it. I'm doing my solo.
Rabu, 27 Juli 2016
What Makes You Happy #7
Put, aku numpang nulis duluan, ya!
Akhir-akhir ini aku sibuk sekali. Tapi untunglah, aku disibukkan dengan hal yang kucintai. Aku baru sadar betapa minimnya jumlah keluhanku dibanding dengan tawa receh selepas jadwal latihan yang padat atau kebahagiaan mencicipi makanan baru. Aku bertemu banyak orang baru yang menyenangkan selepas pekerjaan yang jadi ajang tambah-tambah uang jajan: lewat lagu dan musik. Aku bertemu musisi hebat dan menjadi teman mereka. Banyak bicara soal rahasia awet muda dengan gitaris bernama Andri, aku baru tahu ia sudah menikah dan usianya 31, for God's sake, ia tampak seperti 23 tahun! Aku juga berteman dengan Daniela, seorang expat Spanyol yang meminta bantuanku untuk melakukan transkrip data. Aku pikir akan selesai sampai 8 rekaman kemarin, hingga akhirnya Daniela menghubungiku lagi untuk mengerjakan 3 rekaman terakhirnya. Aku butuh uang, jujur saja. Jadi kukatakan iya. Semesta selalu saja punya saja untuk memenuhi kebutuhan materialmu, jika kau bersungguh-sungguh melakukannya sepenuh hati. Don't you think?
Akhir-akhir ini, aku bisa menghasilkan banyak uang dari apa yang aku cintai, aku sungguh bersyukur atas hal itu.
Aku juga semakin menghargai persahabatanku dengan teman-teman terdekat, bahwa mereka akan sakit hati jika kutinggal demi pacar, atau kubatalkan begitu saja rencananya menjelang hari H. Aku tahu bahwa aku harus mengucapkan terima kasih jika aku dibantu, atau maaf jika aku salah. Hal-hal kecil yang sering aku lupakan jika aku berhadapan dengan sahabat sendiri--tentu saja karena kupikir mereka akan mengerti. Aku tetap wanita yang sulit dan menyebalkan. Tapi aku berusaha untuk menjaga semuanya seimbang.. kuharap begitu.
Kemarin malam, seseorang memberikanku kertas kecil, isinya Small Talks (The Real Group). Aku terima tanpa tahu untuk apa, kemudian aku dengarkan. Sekumpulan suara-suara surga, aku senang mendengarnya! Dalam waktu singkat lagunya mengalun-alun terus dipikiranku. Aku rasa kau juga mungkin suka.
Sebentar lagi aku konser. Aku takut sekali. Ada bagian solist di akhir babak satu dimana aku harus menyanyikannya. Aku tidak percaya kenapa begitu banyak keberuntungan di hidupku yang jahat. Aku jadi takut. Jangan sampai karma burukku tumpah ruah di hari dimana seharusnya aku paling bahagia.
Life's been so good lately. Life's been so busy, but good.
So good. Thank You, God.
Akhir-akhir ini aku sibuk sekali. Tapi untunglah, aku disibukkan dengan hal yang kucintai. Aku baru sadar betapa minimnya jumlah keluhanku dibanding dengan tawa receh selepas jadwal latihan yang padat atau kebahagiaan mencicipi makanan baru. Aku bertemu banyak orang baru yang menyenangkan selepas pekerjaan yang jadi ajang tambah-tambah uang jajan: lewat lagu dan musik. Aku bertemu musisi hebat dan menjadi teman mereka. Banyak bicara soal rahasia awet muda dengan gitaris bernama Andri, aku baru tahu ia sudah menikah dan usianya 31, for God's sake, ia tampak seperti 23 tahun! Aku juga berteman dengan Daniela, seorang expat Spanyol yang meminta bantuanku untuk melakukan transkrip data. Aku pikir akan selesai sampai 8 rekaman kemarin, hingga akhirnya Daniela menghubungiku lagi untuk mengerjakan 3 rekaman terakhirnya. Aku butuh uang, jujur saja. Jadi kukatakan iya. Semesta selalu saja punya saja untuk memenuhi kebutuhan materialmu, jika kau bersungguh-sungguh melakukannya sepenuh hati. Don't you think?
Akhir-akhir ini, aku bisa menghasilkan banyak uang dari apa yang aku cintai, aku sungguh bersyukur atas hal itu.
Aku juga semakin menghargai persahabatanku dengan teman-teman terdekat, bahwa mereka akan sakit hati jika kutinggal demi pacar, atau kubatalkan begitu saja rencananya menjelang hari H. Aku tahu bahwa aku harus mengucapkan terima kasih jika aku dibantu, atau maaf jika aku salah. Hal-hal kecil yang sering aku lupakan jika aku berhadapan dengan sahabat sendiri--tentu saja karena kupikir mereka akan mengerti. Aku tetap wanita yang sulit dan menyebalkan. Tapi aku berusaha untuk menjaga semuanya seimbang.. kuharap begitu.
Kemarin malam, seseorang memberikanku kertas kecil, isinya Small Talks (The Real Group). Aku terima tanpa tahu untuk apa, kemudian aku dengarkan. Sekumpulan suara-suara surga, aku senang mendengarnya! Dalam waktu singkat lagunya mengalun-alun terus dipikiranku. Aku rasa kau juga mungkin suka.
Sebentar lagi aku konser. Aku takut sekali. Ada bagian solist di akhir babak satu dimana aku harus menyanyikannya. Aku tidak percaya kenapa begitu banyak keberuntungan di hidupku yang jahat. Aku jadi takut. Jangan sampai karma burukku tumpah ruah di hari dimana seharusnya aku paling bahagia.
Life's been so good lately. Life's been so busy, but good.
So good. Thank You, God.
Rabu, 20 Juli 2016
What Makes You Happy #6
Sudah begitu lama tidak bicara, tidak ada aksara.
Aku sibuk, aku lupa hidup, terkutuk.
Lama sekali rasanya posting sebanyak 15 kali ini selesai.
Sampai-sampai aku lupa apa saja yang membahagiakan belakangan ini.
Tapi.. mari kujabarkan satu persatu dalam spasi.
Bulan malam ini pukul tujuh lebih sekian.
Wirvan Liegestu, sarjana kemarin sore.
Reffrain lagu Mandarin yang kunyanyikan dengan baik.
Bunga rampai.
Latihan rutin hari Kamis.
Sahabat seperti Fadjri.
Lembar-lembar musik Daniel Elder.
Udara malam ketika kipas anginku rusak.
Rinaldy Zulkarnain.
Expo.
Paduan Suara.
7 dan 14 Agustus, sebentar lagi!
Pembicaraan yang menarik dengan Tunggul.
Ibu kost kembali dari kampung.
Masa akhir gym.
Penantian akan hari wisuda Tevinstein Amos.
Makan buffet gratis bersama Anggia Moelini.
Selesainya laporan magang.
Kompetisi foto Indomaret.
Drama pertengkaran wanita kampung di depan kost.
Nomor-nomor halaman
yang dikerjakan Andreas Michael.
Mengukur baju pernikahan.
Nyamuk yang mati kupukul satu jari.
Tulisan Putri.
Ada banyak, Put. Aku lupa. Tapi hal-hal diatas, membuatku bahagia luar biasa.
Aku sibuk, aku lupa hidup, terkutuk.
Lama sekali rasanya posting sebanyak 15 kali ini selesai.
Sampai-sampai aku lupa apa saja yang membahagiakan belakangan ini.
Tapi.. mari kujabarkan satu persatu dalam spasi.
Bulan malam ini pukul tujuh lebih sekian.
Wirvan Liegestu, sarjana kemarin sore.
Reffrain lagu Mandarin yang kunyanyikan dengan baik.
Bunga rampai.
Latihan rutin hari Kamis.
Sahabat seperti Fadjri.
Lembar-lembar musik Daniel Elder.
Udara malam ketika kipas anginku rusak.
Rinaldy Zulkarnain.
Expo.
Paduan Suara.
7 dan 14 Agustus, sebentar lagi!
Pembicaraan yang menarik dengan Tunggul.
Ibu kost kembali dari kampung.
Masa akhir gym.
Penantian akan hari wisuda Tevinstein Amos.
Makan buffet gratis bersama Anggia Moelini.
Selesainya laporan magang.
Kompetisi foto Indomaret.
Drama pertengkaran wanita kampung di depan kost.
Nomor-nomor halaman
yang dikerjakan Andreas Michael.
Mengukur baju pernikahan.
Nyamuk yang mati kupukul satu jari.
Tulisan Putri.
Ada banyak, Put. Aku lupa. Tapi hal-hal diatas, membuatku bahagia luar biasa.
Langganan:
Postingan (Atom)